Minggu, 27 Juli 2008

BSE, Buku Elektronik Depdiknas

BSE, Buku sekolah Elektronik Depdiknas.
Pada tahun ajaran 2008 – 2009 ini Depdiknas melakukan kebijakan baru dibidang pengadaan buku Pelajaran untuk tingkat SD, SMP/Tsanawiyah dan SMA/Aliyah yaitu Buku Sekolah Elektronik atau yang dikenal dengan BSE yang dapat diunduh (download) siapa saja lewat internet.

Seluruh buku yang hak ciptanya sudah dibeli Depdiknas ini bebas diunduh, bebas dicetak, digandakan dan didistribusikan. Setelah dicetak setiap anggota masyarakat bebas menjual dengan HET (harga eceran tertinggi) yang sudah ditentukan, yaitu Rp 20.000,.
Mendiknas menegaskan, BSE ini merupakan kebijakan reformatif untuk mengatasi mahalnya buku cetak pelajaran. Nampaknya inilah tujuan BSE, untuk mengatasi mahalnya buku cetak pelajaran. Mungkinkah tujuan baik ini dicapai? Ada DUA masalah utama yang harus mendapat perhatian:

Pertama. BSE ini akan menjadi murah apabila diproduksi secara masal oleh penerbit atau percetakan atau kerjasama antara Depdiknas atau sekolah bersangkutan dengan perusahaan percetakan. Apabila perseorangan yang mengunduh dari internet di warnet misalnya ( satu buku 1 jam, Rp 4.000,0) lalu mencetaknya di warnet juga ± Rp 1.000,0 / lembar, maka buku yang dihasilkan jadi mahal sekali.

Kedua. Sampai saat ini setiap sekolah Negeri maupun swasta masih diberi kewenangan untuk menetapkan pengarang/penyusun dan Penerbit buku yang akan digunakan disekolahnya masing-masing.

Jadi jelas kunci keberhasilan tercapainya tujuan kebijakan BSE ini, yaitu untuk mengatasi mahalnya buku cetak pelajaran, adalah Sekolah/Depdiknas itu sendiri. Maukah sekolah menggunakan BSE ini sebagai bahan belajar mengajar di sekolahnya ? Atau dapatkah Depdiknas mewajibkan sekolah-sekolah dari SD s/d SMA/Aliyah (paling tidak untuk sekolah Negeri) menggunakan BSE ini sebagai bahan pengajaran utama? Kalau tidak, siapa yang akan memperbanyak BSE ini bila tidak ada yang beli ? Maka kebijakan yang katanya Reformatif ini akan sia-sia dan akan hanya tinggal Slogan belaka. Dan para orang tua tetap dibebani biaya pembelian buku yang tidak murah.

Dan masalah rutin tetap berulang setiap tahun ajaran baru selalu timbul masalah baru, peraturan baru, buku baru dsb.yang semuanya selalu bikin pusing tujuh keliling para orang tua murid. Tahun ini tahun serba sulit bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Biaya pendidikan semakin tinggi. Pendapatan tidak bertambah bahkan yang pasti nilainya semakin rendah.

Bagaimana bapak Menteri, apa kabar? ***

imangbasari@gmail.com Read More......