Selasa, 17 April 2012

APA KATA Bung KARNO ?

NASIONALISME, ISLAMISME DAN MARXISME ( bagian 3)
---------------------------------------------------------------------

Nasionalisma ! Kebangsaan !
               Dalam tahun 1882  E r n e s t   R e n a n   telah membuka pendapatnya tentang faham “bangsa” itu. “Bangsa” itu menurut pujangga ini ada suatu nyawa, suatu azas-akal, yang terjadi dari dua hal : pertama-tama rakyat itu d u l u n y a harus bersama-sama menjalani s a t u riwayat; kedua, rakyat itu s e k a r a n g harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Bukannya jenis (ras) , bukannya bahasa, bukannya agama, bukannya persamaan butuh, bukanya pula batas-batas negeri yang memnjadikan “bangsa” itu.
               Dari tempo-tempo belakangan, maka selainnya penulis-penulis lain, sebagai Karl Kautsky dan karel Radek, teristimewa  O t t o   B a u e r – lah yang mempelajari soal “bangsa” itu.
               “Bangsa itu adalah suatu persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal-ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu”, begitulah katanya.
               Nasionalisme itu yalah suatu itikad; suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu “bangsa” !
               Bagaimana juga bunyinya keterangan-keterangan yang telah diajarkan oleh pendekar-pendekar ilmu yang kita sebutkan di atas tahadi, maka tetaplah, bahwa rasa nasionalisme itu menimbulkan suatu rasa percaya akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan diri di dalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan, yang mau mengalahkan kita.
               Rasa percaya akan diri sendiri inilah yang memberi keteguhan hati pada kaum Boedi Oetomo dalam usahanya mencari Djawa-Besar; rasa percaya akan diri sendiri inilah yang menimbulkan ketetapan hati pada kaum revolusioner-nasionalis dalam perjoangannya mencari Hindia-Besar atau Indonesia-Merdeka adanya.
               Apakah rasa nasionalisme, -yang, oleh kepercayaan akan diri sendiri itu, begitu gampang menjadi kesombongan- bangsa, dan begitu gampang mendapat tingkatnya yang kedua, yalah kesombongan- ras, walaupun faham ras (jenis) ada setinggi langit bedanya dengan faham bangsa, oleh karena ras itu ada suatu faham biologis, sedang nasionaliteit itu suatu faham sosiologis (ilmu pergaulan hidup), - apakah nasionalisme itu dalam perjoangan-jajahan bisa bergandengan dengan Islamisme yang dalam hakekatnya tiada bangsa, dan dalam lahirnya dipeluk oleh bermacam-macam bangsa ras; -apakah Nasionalisme itu dalam politik kolonial bisa rapat-diri dengan Marxisme yang internasional, interrasial itu ?
               Dengan ketetapan hati kita menjawab : bisa !
. . . .dilanjutkan . . .
(buah fikiran Bung Karno ini dimuat bersambung di jurnal “Suluh Indonesia Muda” tahun 1926)
(di bawah bendera revolusi, Ir.Soekarno, jilid pertama, cetakan keempat.)/dengan penyesuaian ejaan (EYD) seperlunya (skmk/imsari)

Tidak ada komentar: